Selamat datang !

Begitu banyak yang sudah kita baca, sebagian menarik dan sebagian lain tidak. Saya hanya menulis ulang beberapa artikel yang menarik untuk kita simak.

Jumat, 21 Mei 2010

MANUSIA DI CANGKANG TELUR


Kali ini saya akan mengetikkan ulang karya Prof Dr Ali Mustafa Yaqub dalam kolom hikmah Republika.

Dalam sebuah hadis sahih riwayat Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW membandingkan antara dunia dan surga. Kata beliau, "Kavling yang paling kecil di surga nanti adalah seperti dunia ini ditambah sepuluh kali lipatnya."

Tentu ada orang yang kemudian bertanya, " Dimana pula lokasi surga itu ? Padahal dunia ini sudah sangat luasnya, dan tampaknya tidak seorangpun yang pernah menapakkan kakinya di atas semua dataran dunia ini ?"

Pertanyaan orang tadi mencerminkan keraguan atas adanya alam surga sebagaimana yang diilustrasikan oleh Nabi SAW. Dan orang tersebut mewakili salah satu dari tiga tipe orang dalam menyikapi surga khususnya, dan alam akhirat umumnya.

Ibarat anak ayam yang masih berada di dalam cangkang telur, begitulah manusia di dunia ini. Ibaratnya pula, anak ayam yang belum menetas itu diberitahu bahwa setelah tiba saatnya, mau atau tidak, ia kana keluar meninggalkan dunia telur ayam tersebut, dan akan masuk ke dalam alam yang luasnya jauh bermiliar-miliar lebih besar daripada dunianya di dalam cangkang telur yang ia diami sekarang ini.

dalam menyikapi berita tersebut, ada tipologi anak ayam. Pertama anak ayam yang sama sekali tidak percaya terhadap berita itu. Dimana ada alam yang besar seperti itu, sedangkan baginya dunia telur ayam itu sudah sangat lebar. Ia bisa bermain ke kanan kiri dengan leluasa. Begitu alur pikirannya>

Kedua, anak ayam yang tidak mau tahu-menahu tentang berita itu. Baginya itu adalah urusan nanti. Seperti halnya anak ayam yang pertama, ia tidak pernah membuat persiapan untuk hidup di alam nanti.

Dan ketiga, anak ayam yang percaya mutlak bahwa apa yang diberitahukankepadanya itu benar. Alasannya, pihak yang memberi tahu itu adalah pihak yang dipercaya. Maka, kendati ia belum pernah melihat alam itu, ia pun percaya hal itu sepenuhnya. Sebagai bukti atas keyakinannya itu, ia pun membuat persiapan-persiapan untuk memasuki alam tersebut nantinya.

Setelah tiba masanya, ketiga anak ayam itu akan meninggalkan dunia telur ayam dan masuk ke alam dunia. Dan anak ayam yang pertama dan kedua baru percaya bahwa apa yang pernah diberitahukan kepada mereka itu benar.

Begitulah manusia di dunia ini menyikapi adanya alam surga nanti. Ada yang tidak percaya, tidak tahu menahu, dan percaya sepenuhnya. Bila sudah tiba saatnya, mereka akan keluar dari alam dunia ini, dan masuk ke alam akhirat yang luasnya jauh lebih besar dari dunia ini. Dan dari tiga tipe manusia itu, hanya satu yang akan tinggal di surga, yaitu yang percaya dan mempersiapkan diri untuk itu.

Rabu, 12 Mei 2010

KEJUJURAN

Kembali kliping kolom HIKMAH dari Republika akan saya ketikkan ulang di sini. Kali ini kliping tersebut karya dari Muhammad Sulthoni Yusuf MA.

Kejujuran menempati kedudukan istimewa dalam ajaran Islam, karena ia merupakan penopang jalan kebaikan bagi manusia. Menurut Al Qusyairi, kejujuran menempati kedudukan setingkat di bawah kenabian, sebagaimana firman Allah SWT, "Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-NYA, maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dan orang-orang yang menetapi kebenaran." (QS An Nisa 4; 69).

Al Qur'an memuji orang-orang yang jujur lebih dari limapuluh kali. Salah satunya yang termaktub dalam surah al Ahzab 33 ayat 24, " Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang-orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka."

Kejujuran yang bagaimanakah yang dimaksud oleh Al Qur'an ? Salah satu cirinya adalah jika batin seseorang serasi dengan perbuatan lahirnya. Sebagaimana diriwayatkan Abu Qilabah bahwa Umar bin Khatab RA melarang umat Islam menilai dan melihat puasa atau shalat seseorang, tetapi hendaknya melihat kejujuran ucapan seseorang jika ia berbicara, amanahnya jika diberi tanggung jawab, dan kemampuan meninggalkan apapun yang meragukan jika mendapat kenikmatan dunia.

Sementara itu, AL Junayd menyatakan bahwa inti kejujuran adalah jika seseorang berkata benar dalam situasi-situasi di mana hanya dusta yang bisa menyelamatkannya. Pernyataan senada juga di utarakan Imam Thabari. Ia menekankan pentingnya seseorang berkata dan berbuat jujur dalam kehidupan sehari-hari, walaupun kejujuran itu akan membunuh atau membinasakannya.

Contoh ideal dalam hal ini tentunya Rasulullah SAW. Kejujuran beliau yang mencerminkan ketinggian akhlak dipuji oleh AL Qur'an," Dan engkau sungguh mempunyai akhlak yang agung." (QS Al Qalam 68; 4). Berlaku jujur sama halnya dengan membangun keluhuran moral dan mental untuk menciptakan suasana sosial yang lebih harmonis dan tenteram.

Oleh karena itu, kejujuran mesti tertanam dalam jiwa semua orang yang beriman. Berkata bohong, berkomentar kontroversial, justru akan menyebabkan fitnah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selayaknyalah kita sama-sama menjaga kebersamaan dengan menjunjung tinggi kejujuran demi terciptanya bangsa yang bermartabat.


Selasa, 11 Mei 2010

BERDAMAI DENGAN MASA LALU

Masa lau adalah sesuatu yang pasti terjadi dan pernah kita alami. Ada banyak masa lalu, mungkin ada yang indah maupun penuh duka. Semua masa lalu itu merupakan cikal bakal masa sekarang dan masa depan. Walaupun demikian jangan pernah takut akan apa yang telah terjadi di masa lalu. Berikut ini tulisan Wiyanto Suud, yang diambil dari kolom HIKMAH Republika.

Belenggu masa lalu seringkalimenghalangi seseorang untuk maju. Belenggu itu bisa berupa pengalaman buruk karena kelalaian dan kesalahan; bisa juga berupa romantisme sejarah karena prestasi dan kejayaan masa silam. Padahal, nilai kehidupan seseorang ditentukan oleh apa yang telah ia kerjakan. Allah SWT berfirman," Dan kamu tidak dibatasi, kecuali dengan apa yang telah dikerjakan." (QS Yasin 36; 54).

Imam Al Ghazali pernah bertanya kepada murid-muridnya tentang sesuatu yang paling jauh dari keberadaan mereka sekarang. Diantaranya ada yang menjawab begara CIna, bulan, matahari dan bintang-bintang. Ia lalu menjelaskan bahwa semua jawaban itu benar, tapi yang paling benar adalah masa lalu. Karena masa lalu tidak akan pernah kembali lagi.

Oleh sebab itu, setiap orang haruslah menyikapi masa lalunya secara arif. Kearifan disini bisa dianalogikan dengan seorang sopir. Ketika mengendarai mobil, si sopir sesekali melihat kaca spion. Kaca spion digunakan untuk melihat dan mengantisipasi kondisi di belakang kendaraan, agar perjalanan ke depan berjalan mulus. Meski rutin melihat spion, fokus pandangan sopir tetap ke depan.

Demikianlah gambaran bagaimana seharusnya manusia menyikapi sejarah dan masa depannya. Ia tidak menafikan sejarah masa lalunya, tetapi justru menjadikan acuan untuk membangun kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Allah SWT berfirman," Wahai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah, dan hendaklah setiap jiwa melihat apa yang telah ia lakukan untuk masa depannya." (QS Al Hasyr 59; 18).

Mengenai masalah ini, Imam Hasan Bashri berwasiat," Tidaklah ada satu hari pun dimana fajar merekah, kecuali si hari berseru,"Wahai anak Adam, aku adalah makhluk yang baru, dan menjadi saksi atas perbuatanmu. Maka ambillah bekal dariku, karena aku tidak akan pernah kembali sampai hari kiamat kelak."

Oleh karena itu, kalau kita bisa berdamai dengan masa lalu, kita bisa terlepas dari belenggu. Kita bisa melangkah maju tanpa beban, lebih dinamis, dan penuh dengan sikap optimis. Ketika selesai dari satu pekerjaan, hendaknya setiap orang dari kita segera beralih melakukan pekerjaan baru. Dan, mengerjakan segaka sesuatu itu dengan sungguh-sungguh. (QS Al Insyirah 94; 7).

Minggu, 09 Mei 2010

Cinta Rasul

Satu-satunya manusia yang namanya paling banyak disebut tentunya Rasulullah SAW. Tidak bisa dipungkiri oleh siapapun bahwa Muhammad adalah nama yang paling sering disebut. Dalam satu hari satu malam paling tidak dalam sholat 5 waktu, nama beliau disebut. Ditambah lagi beliau adalah koreografer yang paling berhasil dan gerakan "tariannya" diikuti oleh lintas generasi dan berjuta-juta orang. Tarian itu bernama SHOLAT.

Berikut ini adalah kliping rubrik HIKMAH Republika, dengan judul Mencintai Rasulullah yang merupakan tulisan KH Didin Hafifudhin>

" Rasulullah SAW adalah manusia yang dipilih Allah SWT untuk menjadi rasul dan nabi_NYA yang terakhir (QS Al Ahzab 33; 40). Beliau adalah figur teladan, pemimpin panutan umat, yang seluruh perilakunya, termasuk cara berpikir dan bernicaranya, sarat dengan nilai-nilai akhlak yang sangat mulia dan sangat agung (QS AL Qalam 68; 4).
Beliau adalah seorang yang sangat jujur, amanah, rendah hati, bersahaja, penuh dengan keberanian, kreativitas dan sekaligus profesional.

Kehadirannya membawa dan menebarkan rahmat, cinta dan kasih sayang. Bukan sekedar bagi umat manusia, tetapi juga bagi tumbuh-timbuhan dan pepohonan, bagi kelestarian alam, bagi hewan ternak dan binatang dan bahkan bagi seluruh alam semesta.

Beliau adalah pemimpin yang sangat memerhatikan umatnya, yang merasakan getaran jantung dan denyut hati mereka. Ketika umat bersukacita, beliau pun merasakan sukacita itu. Ketika mereka mengalami berbagai penderitaan seperti kemiskinan, kelaparan dan rasa takut yang luar biasa, beliaulah orang pertama yang merasakannya dan selalu berusaha mencari jalan keluarnya. beliau adalah pemimpin yang larut dan menyatu dengan umatnya sehingga tidak ada pemisah antara keduanya (QS At Taubah 9; 128).

Beliau adalah pemimpin sejati, pemimpin lahir dan batin, pemimpin individu dan masyarakat, pemimpin keluarga dan bangsa, pemimpin masa damai dan masa genting, pemimpin dalam suka dan duka, dan bahkan juga pemimpin dunia akhirat.

Mencintai Rasulullah sesungguhnya adalah mencintai perilaku dan akhlaknya yang sangat mulia itu. Yaiut, mencintai kejujuran, kesedrhanaan, kerendahan hati, dan sekaligus mencintai keberanian untuk menyatakan yang haq itu haq dan yang batil itu batil. Juga beliau mencintai umat, masyarakat, dan bangsa, terutama mereka yang fakir miskin atau yang hidupnya sedang mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan.

Kecintaan dalam bentuk mengikuti sunnah pada hakikatnya merupakan refleksi dan manifestasi dari kecintaan kepada Allah SWT. Allah berfirman," Katakanlah,'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ali Imran 3; 31).